Bab Maf'ul Fih (Keterangan Waktu dan Tempat) - Fawakihul Janiyah

 


باب المفعول فيه

وهو المسمى عند النحويين (ظرف الزمان وظرف المكان) لوقوع الفعل فيه إذ لا بدّ له من زمان ومكان يقع فيه.

Bab Maf'ul Fih (Keterangan Waktu dan Tempat)
Disebut oleh para ahli nahwu sebagai zharfuz-zamaan (keterangan waktu) dan zharful-makaan (keterangan tempat), karena suatu perbuatan pasti terjadi dalam suatu waktu dan tempat tertentu.

فظرف الزمان هو اسم الزمان المنصوب باللفظ الدالّ على انّصباب المعنى الواقع فيه (بتقدير في) الدالّة على الظرفية،

Keterangan waktu adalah nama waktu (isim zaman) yang dinashabkan dengan lafal yang menunjukkan bahwa makna yang terjadi di dalamnya (dengan takdir "fi" - di dalam), yang menunjukkan makna ظرف (keterangan waktu).

نحو: صمت يوم الخميس، فإنّك تقول في جوابه: متى صمت؟ فتقول: يوم الخميس.

Contohnya: "Aku berpuasa pada hari Kamis", maka jika ditanya: "Kapan kamu berpuasa?", kamu akan menjawab: "Hari Kamis".

فظرف المكان هو اسم المكان المنصوب باللفظ الدالّ على انّصباب المعنى الواقع فيه (بتقدير في) الدالّة على الظرفية،

Keterangan tempat adalah nama tempat (isim makaan) yang dinashabkan dengan lafal yang menunjukkan bahwa makna terjadi di dalamnya (dengan takdir "fi" - di dalam), yang menunjukkan makna keterangan tempat (ظرفية).

وقد ذكر المصنف عدّة أمثلة لظرف الزمان المتصرف عليها التعرف، نحو: صمت يوم الخميس، (اليوم) و(الليلة) و(ساعة) و(شهرا) و(دهرا) و(بكرة) و(ضحوة) و(عشية) و(غدوة) و(مساء) و(صباحا) و(أبدا) و(أمدا) و(حيناً) و(زمانا) و(دهرا) و(أسبوعا) و(ساعة).

Penulis (kitab ini) menyebutkan beberapa contoh untuk zharfuz-zaman (keterangan waktu) yang bisa berubah (bukan tetap), seperti:

"Aku berpuasa pada hari Kamis", dan contoh lainnya seperti:
Hari ini (اليوم), malam ini (الليلة), satu jam (ساعة), sebulan (شهرا), lama (دهرا), pagi-pagi (بكرة), menjelang siang (ضحوة), sore (عشية), dini hari (غدوة), malam (مساء), pagi (صباحا), selamanya (أبدا), waktu yang lama (أمدا), sesaat (حيناً), masa (زمانا), lama (دهرا), satu minggu (أسبوعا), satu jam (ساعة).

وذكر منها أيضا أمثلة نحو: جلست (أمام) الكعبة و(خلف) المقام و(قدام) الحطيم و(وراء) الحجر و(فوق) المنبر و(تحت) المنبر و(عند) المستتر و(مع) سدة الكعبة و(إزاء) الحجر الأسود و(مقابل) الميزاب و(بين) النعلين و(تلقاء) الثلاثة.

Ia juga menyebutkan beberapa contoh zharful-makaan (keterangan tempat), seperti:

"Aku duduk di depan Ka'bah (أمام الكعبة), di belakang maqam (خلف المقام), di depan Hijr Ismail (قدام الحطيم), di belakang Hajar Aswad (وراء الحجر), di atas mimbar (فوق المنبر), di bawah mimbar (تحت المنبر), di dekat tempat tertutup (عند المستتر), bersama Sisi Ka'bah (مع سدة الكعبة), sejajar dengan Hajar Aswad (إزاء الحجر الأسود), berhadapan dengan talang (مقابل الميزاب), di antara dua sandal (بين النعلين), dan menghadap ke tiga orang (تلقاء الثلاثة)."

ومعناها واحد تقول في إزائه: أي نعل تلتقي فيه حذاء الشئ، وكذلك تلقاءه.

Dan maknanya satu (yaitu tempat), bisa kau gunakan kalimat: "Di mana kau temui sepatu itu berhadapan dengan sesuatu", begitu pula dengan kata "تلقاءه" (menghadap ke).

وكذلك أمامه وقدامه معناهما واحد، واحد كنا خلف ووراء و(قوم) يفتح القاف إشارة للمكان البعيد كما تقول (هناك)

Demikian pula kata "di depannya" (أمامه) dan "di hadapannya" (قدامه) — keduanya memiliki makna yang sama.
Begitu pula kata "di belakang" (خلف) dan "di belakang" (وراء) artinya juga sama.
Sementara kata قَوْم (qawm) dengan qaf dibaca fathah adalah penunjuk tempat yang jauh, seperti dalam ucapanmu: "di sana" (هناك).

يضم اسم الإشارة للمكان البعيد ويفتحها و قوم مع تشديد النون للمكان البعيد كما تقول (هنا) و(جميع أسماء الزمان) معرفة كانت أو نكرة و(شهر) و(أسبوع) و(يوم) و(ساعة)

Nama isyarat ini (قَوْم) digunakan untuk menunjuk tempat jauh dan dibaca dengan fathah (قَوْمَ).
Sedangkan jika memakai tashdid pada huruf nun (قومّ), juga digunakan untuk menunjuk tempat jauh, seperti dalam ucapanmu: "di sini" (هنا).
Dan semua nama-nama waktu, baik yang ma’rifah (dikenal) maupun nakirah (umum), seperti: bulan (شهر), minggu (أسبوع), hari (يوم), dan jam (ساعة).

تقبل النصب على الظرفية بتقدير (في) ولا فرق في ذلك بين المختص منها وبين المبهم منها

Semuanya bisa dinashabkan sebagai ظرف (keterangan waktu/tempat) dengan takdir "في" (di dalam),
dan tidak ada perbedaan antara waktu/tempat yang khusus (jelas) maupun yang masih samar atau umum.

و(من المعدود والمهم) ومنها ما يقع جوابا لِـ (متى نحو يوم الخميس)

Termasuk di dalamnya ada yang bersifat terhitung dan penting, dan sebagiannya bisa menjadi jawaban dari pertanyaan "Mata?" (Kapan?), seperti: "Hari Kamis" (يوم الخميس).

وإن صمت قبل أن يُقال لك متى صمت فإنك (تقول) في جوابه مثلا: صمت يوم الخميس.

Jika kamu sudah berpuasa sebelum ditanya "Kapan kamu berpuasa?", maka kamu akan menjawab, misalnya:
"Aku berpuasa pada hari Kamis." (صمت يوم الخميس)

ومنها (بالمدعود) منها (ما يقع جوابا لكم) الاستفهامية كالأسبوع والشهر فإذا قيل كم اعتكفت فإنك تقول (اعتكفت أسبوعا) أو شهرا أو عاما

Dan di antaranya ada yang bersifat ma'dud (terhitung), yakni sebagai jawaban dari pertanyaan "Kam?" (berapa lama?),
seperti: seminggu (أسبوع), sebulan (شهر).
Jadi jika ditanya: "Berapa lama kamu beri’tikaf?", maka kamu menjawab: "Saya beri’tikaf selama seminggu" (اعتكفت أسبوعا), sebulan (شهرا), atau setahun (عاما).

و(بالمهم) منها (ما لا يقع جوابا لتعيين) ما يبدل على قدر من الزمان غير معين (تقول جلست حيناً وساعة ووقتاً)

Dan dari jenis yang tidak jelas (المهم) adalah bagian yang tidak bisa menjadi jawaban pasti untuk pertanyaan waktu tertentu,
yakni yang menunjukkan durasi waktu yang tidak spesifik, seperti:
"Aku duduk selama suatu waktu" (جلست حيناً)، "selama satu jam" (ساعة)، atau "selama waktu tertentu" (وقتاً).

فينصب من جهة التأكيد المعنوي لأنه لا يُميز عن دلالة الفعل وقضية عطف ملفوف المعدود على المختص أنه ليس بمختص

Ia dinashabkan dari sisi penegasan makna, karena tidak bisa dipisahkan dari makna yang sudah terkandung dalam fi'il (kata kerja).
Penggabungan antara yang terhitung dan yang umum (dalam satu kalimat) menunjukkan bahwa yang umum itu bukanlah waktu yang khusus atau tertentu.

وهو ظاهر كقولهم: جمعت بين هشام وأيامه فصَحَّ من الزمان جواباً لبين كم

Dan hal itu tampak jelas dalam ucapan mereka:
"Aku menggabungkan antara Hisyam dan hari-harinya",
maka waktu bisa menjadi jawaban yang sah untuk pertanyaan “berapa lama?” (كم).

والمراد بالمعدود والمهم محصور كأسماء معدودة وكأسماء مبهمة لا تنصب ظرفاً

Yang dimaksud dengan waktu terhitung (المعدود) dan waktu umum (المهم) itu terbatas:
yakni pada nama-nama waktu yang bisa dihitung dan nama-nama waktu yang samar, yang tidak bisa dijadikan keterangan waktu (ظرف) secara langsung.

فما أضيف إلى مبهم فهو مبهم وما أضيف إلى معين فهو معين (وأسماء الجهات) فلا ينصب منها على الظرفية بتقدير في (إلا ثلاثة أنواع الأول أمامهم)

Sesuatu yang disandarkan (mudhaf) kepada hal yang samar, maka ia juga jadi samar.
Dan yang disandarkan pada hal yang pasti, maka menjadi pasti.
Nama-nama arah (seperti atas, bawah, depan, dsb.), tidak semuanya bisa dijadikan zharf (keterangan tempat) dengan takdir "في" (di),
kecuali tiga jenis, yaitu: أمامهم (di depan mereka)...

وأما في حكمه فالمراد به فوق وتحت ويمين وشمال وأمام وخلف

Adapun dalam maknanya (bukan lafal), yang dimaksud adalah arah-arah seperti:
atas (فوق), bawah (تحت), kanan (يمين), kiri (شمال), depan (أمام), dan belakang (خلف).

فإن استعملت بدلها من وإلى وظاهر الجملة أن المراد منتهى الغاية

Jika kata-kata itu digunakan bersama “من” (dari) dan “إلى” (ke), maka kalimatnya menunjukkan makna “batas akhir tujuan” (منتهى الغاية).

وسميت الجهات الست باعتبار المكان فإن المكان له حالات (أفقاً وارتفاعاً) في الأرض وفوق الأرض

Enam arah tersebut disebut sebagai arah tempat karena tempat memiliki beberapa kondisi, yaitu:
horizontal (أفقاً) dan vertikal (ارتفاعاً) — di permukaan bumi maupun di atas bumi.

و(الغداء) أسماء المقدار الدالة على مسافة معلومة (كثلاثين ميلاً) إلى غاية موضع كقولك: سرت فرسخاً والفرسخ من ثلاثة أميال

Adapun kata seperti “الفرسخ” (satuan jarak) adalah nama untuk ukuran tertentu yang menunjukkan jarak,
seperti: tiga puluh mil (ثلاثين ميلاً) hingga suatu tempat tujuan.
Contohnya: “Aku berjalan sejauh satu farsakh (سرت فرسخاً)”,
dan satu farsakh itu terdiri dari tiga mil (ثلاثة أميال).

وأكثرهم على أنه من سير بهم يوماً ثم أكرمهم في ذلك

Mayoritas ulama berpendapat bahwa "farsakh" itu adalah jarak tempuh dalam sehari,
lalu setelahnya, orang-orang itu diberi penghormatan atau dimuliakan di tempat tersebut.

وحقيقة القول فيه أن فيه إبهامًا من جهة أنه لا يختص بعيْنها، واختصاصها من جهة دلالته على كمية معينة

Hakikat pembahasan ini adalah bahwa kata tersebut mengandung makna samar karena tidak menunjukkan tempat tertentu secara spesifik,
meskipun ia menjadi khusus dari sisi menunjukkan kuantitas tertentu.

قال فعلي هذا يصبح فيه القولان، والثالث ما كان مشتقًّا من مصدر عامله

Maka fi'il (kata kerja) dalam hal ini bisa masuk ke dalam dua pendapat,
dan pendapat ketiga adalah tentang kata yang diturunkan dari mashdar (kata dasar) dari ‘amil-nya (kata yang berpengaruh terhadapnya).

سواء كان عامله فعلاً أم اسمًا (نحو جلست مجلس زيد، قال الله تعالى: وإنا كنا نقعد منها مقاعد للسمع)

Baik 'amil-nya itu berupa fi'il (kata kerja) maupun ism (kata benda),
seperti dalam kalimat:
"Aku duduk di tempat duduk Zaid" (جلست مجلس زيد),
atau dalam firman Allah Ta'ala:
"Dan sesungguhnya Kami biasa duduk di sana di tempat-tempat untuk mendengarkan" (وإنا كنا نقعد منها مقاعد للسمع).

ونحو شرقي مجلسي، فإن كان مشتقًّا من غير ما اشتق منه عامله نحو ذهبت في مرْمى زيد

Demikian juga seperti kalimat:
"Sebelah timur dari tempat dudukku" (شرقي مجلسي).
Jika kata itu diturunkan bukan dari mashdar ‘amil-nya, contohnya:
"Aku pergi ke tempat sasaran panah Zaid" (ذهبت في مرمى زيد)

ورميت فيه مذهب عمر، ولم يُجز في القياس نصب شيء منه على الظرفية بل يجب التصريح معه بفي

Atau: "Aku melempar di tempat sasaran menurut pendapat Umar" (ورميت فيه مذهب عمر).
Dalam kaidah qiyas (analogi), tidak diperbolehkan untuk menjadikan kata seperti ini sebagai zharf (keterangan tempat) secara langsung.
Wajib menggunakan huruf jar "في" (di) bersamanya secara eksplisit.

وما عدا هذه الثلاثة الأنواع من أسماء المكان لا يجوز انتصابه على الظرفية

Adapun selain dari tiga jenis tadi dari nama-nama tempat, maka tidak boleh dinashabkan sebagai zharf (keterangan tempat).

فلا تقول جلست المسجد، ولا صليت المسجد، ولا قمت الطريق

Contohnya, tidak boleh dikatakan:
"Aku duduk masjid" (جلست المسجد),
"Aku salat masjid" (صليت المسجد),
atau "Aku berjalan jalan" (قمت الطريق),
karena semuanya tidak sah tanpa huruf "في".

ولكن حكمه أن (تجره بفي)، الظرفية مصرّح بها

Namun, kaidahnya adalah bahwa kata seperti ini harus didahului oleh huruf “في”,
karena keterangan tempat (ظرفية) harus disebutkan secara jelas.

وأما (قولهم دخلت المسجد وسكت البيت) أو الشام فإنه (منصوب) على (التوسيع بإسقاط الخافض)

Adapun ucapan mereka seperti:
"Aku masuk masjid dan diam di rumah" (دخلت المسجد وسكت البيت),
atau "Aku masuk ke negeri Syam" (دخلت الشام),
maka kata-kata tersebut dinashabkan karena termasuk bab peluasan bahasa (التوسيع) dengan menggugurkan huruf jar (الخافض).

وإجراء القاصر مجرى المتعدي إلى أنه مع دخلت مطرد لكثرة استعماله، وهذا هو مذهب الفارسي، واختاره ابن مالك

Dan memperlakukan kata kerja yang lazim (intransitif) seperti kata kerja yang bisa berobjek (transitif),
dalam hal ini seperti fi'il "دخلت" (aku masuk) yang sudah umum digunakan tanpa huruf jar karena seringnya penggunaan.
Inilah pendapat Imam al-Farisi dan dipilih pula oleh Ibnu Malik.

وقيل بل ما بعد دخلت مفعول به ورد بأنه مصدر مفعول، وهو من مصادر الأسماء غالبًا

Ada juga yang berpendapat bahwa kata setelah "دخلت" adalah maf'ul bih (objek).
Namun, pendapat ini ditolak karena katanya adalah mashdar yang dijadikan maf'ul,
dan mashdar itu biasanya berasal dari jenis isim (kata benda).

وألّا يكون ظرفًا، وكذلك حمّال الأسية، وهو عبرة وتقبيح، وهو خرجت لزمانٍ مكروه

Dan bahwa kata tersebut bukan merupakan zharf (keterangan waktu/tempat),
demikian juga dengan ungkapan "hammāl al-asiyyah" (حمال الأسية) yang bermakna pembawa beban kesedihan,
yang digunakan sebagai ungkapan celaan dan hinaan,
seperti dalam kalimat: "Aku keluar pada zaman yang buruk" (خرجت لزمان مكروه).

ودخلت لزمانٍ ظليم، وهو كثير في الاستعمال على التغبيح، وقيل مفعول فيه جملةً على المكان المهمّ

Dan juga seperti: "Aku masuk pada zaman yang kejam" (دخلت لزمان ظليم),
ungkapan ini banyak digunakan sebagai sindiran dan celaan,
namun ada yang mengatakan bahwa ia merupakan maf’ul fīh (keterangan waktu/tempat) secara keseluruhan,
yang dimaksudkan sebagai tempat yang tidak penting secara khusus (المكان المهمّ).

في جواز حذف في منه وكثرة الاستعمال المستدعية للفظة وصححه ابن الحاجب

Hal ini menyiratkan bolehnya menggugurkan huruf "في" (di/dalam) dalam struktur kalimat semacam itu,
karena seringnya penggunaan yang menuntut kelonggaran dalam struktur kalimat.
Dan hal ini dibenarkan oleh Ibn al-Hajib.

وإنما استقر ظرف الزمان مضافًا للمنصوب على الظرفية، لا ظرف المكان

Hanya saja, yang mapan dalam kaidah adalah bahwa zharf zaman (keterangan waktu) lah yang pantas disandarkan pada kata yang dinashabkan sebagai zharf (keterangan),
bukan zharf tempat.

لأن أصل العوامل الفعل، ودلالته على الزمان أقوى من دلالته على المكان

Karena pada dasarnya, kata kerja adalah unsur utama (عامل),
dan ia lebih kuat menunjukkan waktu dibandingkan menunjukkan tempat.

لأن الزمان يدل على العمل بسببه، وعلى المكان يلزمه، فلما كانت دلالته على الزمان أقوى، تداعت إلى المنصوب غيره

Karena waktu menunjukkan perbuatan dari sisi sebab terjadinya,
sedangkan tempat hanya mengikuti pelaksanaan perbuatan itu.
Maka, karena petunjuk kepada waktu lebih kuat,
ia menjadi lebih cocok untuk berkaitan dengan kata yang dinashabkan dibandingkan dengan tempat.

وعليه كان دلالة على المكان ضعيفة اختصر بما ذكره المؤلف لأنه في الفعل دلالة عليه في الجملة

Oleh karena itu, jika petunjuk terhadap tempat lemah,
maka cukup disampaikan dengan ringkasan seperti yang disebutkan oleh penulis,
karena dalam fi'il (kata kerja) itu sendiri sudah terkandung makna tempat secara keseluruhan dalam kalimat.


Ringkasan Materi: Bab al-Maf‘ūl Fīh (ظرف الزمان والمكان)

Definisi Umum

  • Maf‘ūl Fīh (ظرف) adalah isim manshub (kata benda dalam keadaan nasab) yang menunjukkan waktu atau tempat terjadinya suatu perbuatan.

  • Ada dua jenis:

    • Zharf Zamān (Keterangan Waktu)

    • Zharf Makān (Keterangan Tempat)


Kaedah Dasar

  1. Kata benda yang digunakan sebagai maf‘ūl fīh harus menunjukkan makna waktu/tempat secara jelas dan spesifik.

  2. Tidak semua kata yang menunjukkan tempat atau waktu bisa langsung dijadikan maf‘ūl fīh (manshub).

  3. Kata yang tidak berasal dari mashdar kata kerja (amil) wajib menggunakan huruf jar "في" agar sah secara nahwu.


Tabel Ringkasan Jenis dan Hukum Maf‘ūl Fīh

JenisContohBoleh Tanpa "في"?Penjelasan
Zharf Zamān Mu‘ayyan (waktu tertentu)يوم، ساعة، أسبوع✅ YaKarena sudah menunjukkan waktu secara jelas dan digunakan dengan fi’il.
Zharf Makān Mu‘ayyan (tempat tertentu)أمام، خلف، فوق✅ YaJika menunjukkan tempat tertentu dan sudah dikenal.
Kata benda non-mashdarمرمى، مجلس، مسجد❌ TidakHarus menggunakan huruf "في" karena bukan mashdar dari fi’il-nya.
Penggunaan umum dan sering (’urf)دخلت المسجد✅ Ya (khilāf)Boleh tanpa "في" karena sering dipakai dalam percakapan (’urf).
Isim yang bukan tempat/waktu asliحمال الأسية❌ TidakTidak boleh jadi maf‘ūl fīh kecuali melalui penakwilan (ta’wil) tertentu.
Zharf yang lemah indikasinyaنحو "جلست مجلس زيد"❌ TidakButuh huruf “في” karena tidak menunjuk tempat yang kuat.

Kaidah Tambahan

  • Fi'il (kata kerja) lebih kuat menunjukkan waktu daripada tempat karena waktu adalah sebab terjadinya perbuatan, sementara tempat hanya lokasi pelaksanaan.

  • Asal mula penggunaan maf‘ūl fīh adalah dengan mashdar dari kata kerja. Bila tidak sesuai, harus menggunakan huruf jar "في".

  • Penggunaan kata seperti “دخلت المسجد” atau “سكت البيت” dibolehkan oleh sebagian ulama karena seringnya penggunaan dalam bahasa Arab, meski secara kaidah asal seharusnya menggunakan "في".


Pendapat Ulama

  • Al-Farisi dan Ibn Malik memperbolehkan penggunaan tanpa "في" karena alasan ‘urf dan istilah lughawi (kebiasaan bahasa).

  • Ibn al-Hajib memperkuat bahwa jika sudah sering digunakan, maka boleh tanpa huruf “في”.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak