Bab tentang Hal - Fawakihul Janiyah

باب الحال

(Bab tentang Hal)

يذكر ويراد لفظاً ومعنى (هو الاسم المنصوب) بالفعل أو شبهه أو معناه (المفسر لما أنبهم من الهيئات)
Disebutkan dan dimaksudkan secara lafaz dan makna (hal itu adalah isim yang manshub) karena fi'il atau yang menyerupainya atau maknanya (yang menjelaskan apa yang samar dari keadaan-keadaan).

أي هيئات ما هو أو صفاته التي هو عليها وقت صدور الفعل منه أو وقوعه عليه
Yaitu keadaan-keadaan dari subjek atau sifat-sifatnya yang ia miliki pada saat terjadinya fi'il darinya atau pada saat fi'il itu mengenainya.

فإنه إن كان مفسرًا لكنه لنزع لا للهيئة والتبين
Karena jika ia menjelaskan tetapi untuk pelepasan (bukan menjelaskan keadaan atau penjelasan sifat), maka itu bukan termasuk hal.

وإن حصل به بيان الهيئة لكنه ضمنا لا أصالة فلا يسمى حالا
Jika penjelasan keadaan diperoleh secara tidak langsung, bukan secara pokok, maka itu juga tidak disebut hal.

وإنما الحال المقصود بها بالذات تخصيص المعنى وتأتي لبيان الحاصل لبيان هيئة ما هو (إما من الفاعل نحو جاء زيد راكبا)
Hal yang dimaksudkan adalah untuk memperjelas makna secara langsung, dan digunakan untuk menunjukkan keadaan subjek atau objek. Contohnya dari subjek: "Datanglah Zaid sambil berkendara".

فإن قولك جاء زيد لا يعلم معه على أي هيئة جاء
Karena ucapanmu "Zaid datang" tidak diketahui dalam keadaan bagaimana ia datang.

وكذا قوله تعالى (وخروا له سجدا)
Demikian juga firman Allah Ta'ala: "Dan mereka sujud kepadanya".

فحالهم حال فاعل خر مبين وقت خروره (أو من المفعول نحو ضربته قائما)
Maka keadaan mereka adalah keadaan pelaku dari kata "jatuh tersungkur" yang dijelaskan saat jatuhnya, (atau dari objek seperti: "Aku memukulnya dalam keadaan dia berdiri").

فحال من وقع عليه الفعل مبين وقت وقوعه عليه
Yaitu keadaan dari yang dikenai perbuatan, yang dijelaskan saat terjadinya perbuatan terhadapnya.

وكذا قوله تعالى (وأرسلناك للناس رسولا)
Demikian pula firman Allah Ta'ala: "Dan Kami mengutusmu kepada manusia sebagai rasul".

فحال من وقع له الإرسال مبين وقت الإرسال
Maka keadaan orang yang diutus (yaitu Rasul) dijelaskan pada saat pengutusan itu.

(وقد يكون من الفاعل والمفعول معه معا نحو لقيت عبد الله راكبين)
Dan bisa juga berasal dari subjek dan objek secara bersamaan, seperti dalam contoh: "Aku bertemu Abdullah dalam keadaan kami berdua sedang berkendara".

فإن كان حالا من الفاعل وحده كقولك لقيت عبد الله راكبا فإنك لقيته راكبا
Jika hanya menjadi hal dari subjek saja, seperti ucapanmu "Aku bertemu Abdullah berkendara", maka artinya kamu bertemu dengannya dalam keadaan kamu sendiri berkendara.

وإن كان حالا من المفعول وحده كقولك لقيت عبد الله راكبا فإنك لقيته راكبا هو
Dan jika menjadi hal dari objek saja, maka artinya kamu bertemu Abdullah dalam keadaan dia yang berkendara.

(ولا يكون الحال إلا نكرة)
Hal itu tidak boleh berupa isim ma'rifah (definitif), melainkan harus berupa isim nakirah (indefinitif).

لأن المعرفة لا حاجة إلى تعريفها احترازا عن المعرف باللام ونحو زيد
Karena isim ma'rifah tidak butuh diperjelas lagi, sebagai kehati-hatian terhadap isim-isim yang sudah ma'rifah dengan "al" (definitif) seperti "al-Zaid".

(فإن وقع) في الحال معرفة مؤولة أو مبنية محافظة على ما استقر للحال من لزوم نكرة
Kalaupun dalam hal terdapat isim ma'rifah, itu harus ditakwilkan atau dibangun maknanya untuk menjaga ketentuan bahwa hal tetap harus berbentuk nakirah.

نحو جاء زيد وحده
Seperti dalam contoh: "Zaid datang sendirian" (kata "sendirian" di sini walau tampak ma'rifah, hakikatnya berfungsi sebagai nakirah).

فهو حال معرفة بالإضافة
Maka itu adalah hal yang berupa ma'rifah karena adanya tambahan (idhafah).

وهو حال من زيد مقبول بكرة
Dan itu merupakan hal dari Zaid yang diterima secara sempurna.

أما مفردا كما في هذا المثال (أي جاء زيد منفردا)
Jika berdiri sendiri (tidak berupa idhafah), seperti dalam contoh ini: (yakni "Zaid datang dalam keadaan sendiri").

وهو لفظه حال في مثل عاد رجع عودته إلى فعله
Dan lafaz ini menjadi hal dalam contoh seperti "Aada" (kembali) dan "Raja’a" (kembali), di mana kembalinya kepada fi'il-nya sendiri.

طاقته أي رجع عادًا وأفعل حامدًا أو مطيعًا
Artinya dia kembali dalam keadaan memuji atau dalam keadaan taat.

(والغالب في الحال كونه مشتقا)
Dan yang paling umum, hal itu berupa bentuk isim musytaq (bentuk derivatif seperti isim fa'il, isim maf'ul, dsb).

لمصدر دلالة على تضمنه كما تقدم (وقد يقع جامدا مؤولا بمشتق)
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, hal biasanya berasal dari masdar (kata dasar) yang mengandung makna tersebut, namun kadang-kadang bisa berupa isim jamid (bentuk tetap) yang ditakwilkan sebagai isim musytaq.

دل على تشبيهه (نحو بدت الحرة قمرا)
Yang menunjukkan perumpamaan, seperti dalam contoh: "Wanita merdeka itu tampak seperti bulan".

فقرر حال الفاعل وهو صفة مؤولة بمشتقة أي مشابهة
Maka hal di sini menjadi keadaan bagi pelaku (fa'il), yang sifatnya ditakwilkan sebagai bentuk musytaq, yakni berarti "menyerupai".

وكان قد دخل فيه مفاعلة نحو (بعتعه أي رددت عليه بيعا بعد بيع)
Dan terkadang hal itu berbentuk dari wazan mufa‘alah, seperti dalam contoh: Ba'ta'tuhu (بعتعه) — artinya aku mengulangi jual beli kepadanya, jual beli setelah jual beli.

ويدل عليه فيه مفاعلة (أي متقابلين)
Dan hal ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara dua pihak (yakni saling berbalasan).

وكان قد دل على ترتيب نحو (وادخلوا الباب سجدا)
Dan bisa juga menunjukkan urutan perbuatan, seperti dalam firman Allah: "Masuklah kalian ke dalam pintu sambil bersujud."

وكان قد ذكر المجموع جلا جلا
Dan kadang disebutkan secara berkelompok, seperti jala jala (berjalan secara berkelompok).

وجلا وجلين جلا وجلا
Atau dengan pengulangan kata kerja dua kali untuk menunjukkan keadaan kolektif.

وضابطه أن كل حال بالتفصيل بعد ذكر المجموع حالا
Patokannya, setiap keadaan (hal) yang dirinci setelah menyebutkan kelompok secara umum, maka itu tetap disebut sebagai hal.

كقوله الرضي والمختار كما قال الحريري أما وقد صرح بهند جلسة أو عملا في الحال نحوه
Seperti yang dijelaskan oleh al-Radhi dan yang dipilih oleh al-Hariri: “Adapun jika Hindun duduk atau melakukan sesuatu dalam keadaan tertentu, maka itu termasuk hal.”

(ولا يكون الحال إلا بعد تمام الكلام لفظا ومعنى)
Hal tidak boleh datang kecuali setelah kalimat yang sempurna secara lafaz dan makna.

نحو جاء زيد راكبا
Contohnya seperti: “Zaid datang sambil berkendara.”

ولو تقدم على عامله لفظا ومعنى لم يكن حالا بل يكون صفة أو بدلا أو خبرا
Jika hal itu datang lebih dahulu dari kata kerjanya (amil), baik secara lafaz maupun makna, maka ia tidak disebut hal, melainkan menjadi sifat, badal, atau khabar.

نحو راكبا جاء زيد
Contoh: “Sambil berkendara, Zaid datang.” (Kalimat ini bisa tidak sah sebagai hal secara gramatikal).

إلا إن تقدم لفظا فقط فلا يضر نحو راكبا جاء زيد
Namun jika hanya mendahului secara lafaz saja (bukan makna), maka itu tidak masalah, seperti dalam contoh: “Sambil berkendara, Zaid datang.”

(ولا يكون صاحبها إلا معرفة)
Pemilik hal (shahibul hal) harus berupa isim ma'rifah (yang sudah jelas dikenali).

لأنه المبين لهيئة المعرفة
Karena hal menjelaskan keadaan sesuatu yang sudah dikenal.

فلو كان نكرة لم يتعين فتبطل الفائدة
Kalau pemilik hal berupa nakirah, maka tidak jelas maksudnya, dan tidak memberi faedah makna yang kuat.

نحو جاء رجل راكبا
Contoh: “Datang seorang laki-laki sambil berkendara.” (di sini tidak jelas siapa yang dimaksud, kecuali ada penjelasan sebelumnya).

فإن كان صاحبها نكرة وجب تقديم الحال عليه نحو في الدار جالسا رجل
Jika pemilik hal (shahibul hal) berupa isim nakirah, maka wajib mendahulukan hal-nya, seperti dalam contoh: “Di dalam rumah, dalam keadaan duduk, ada seorang laki-laki.”

لئلا يتوهم أن جالسا صفة له
Agar tidak disangka bahwa kata jalisan (duduk) adalah sifat bagi kata rajul (laki-laki).

(ولا يتعدد الحال من ذي حال واحد إلا أن يختلف اللفظ)
Tidak boleh ada lebih dari satu hal untuk satu pemilik hal, kecuali jika bentuk lafaznya berbeda.

نحو جاء زيد راكبا ضاحكا
Contoh: “Zaid datang dalam keadaan berkendara sambil tertawa.” (Dua hal ini berbeda bentuknya jadi boleh digabung).

(ولا يتعدد ذو الحال إلا إن اتحدت الحال)
Begitu juga, tidak boleh ada lebih dari satu pemilik hal kecuali jika hal-nya satu dan berlaku untuk semua.

نحو جاء زيد وعمرو راكبين
Contoh: “Zaid dan Amr datang dalam keadaan berkendara.” (Karena hal-nya satu: rakibain, bisa berlaku untuk dua orang).


تعالى وما أهلكنا من قرية إلا لها منذرون
(Dan tidaklah Kami membinasakan suatu negeri melainkan sudah ada pemberi peringatan untuknya.)

فجملة لها منذرون حال من قرية
Kalimat "lahā mundzirūn" (sudah ada pemberi peringatan untuknya) menjadi hal dari kata qaryah (negeri).

وهي نكرة عامة لوقوعها في سياق النفي
Dan "qaryah" itu berstatus nakirah umum karena muncul dalam konteks penafian (nfi).

(9) من التخصيص بالوصف نحو (قراءة بعضهم ولما جاءهم كتاب من عند الله مصدقا لما معهم)
(9) Termasuk bentuk spesialisasi dengan sifat, seperti dalam firman Allah: "Dan ketika datang kepada mereka sebuah kitab dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka."

فمصدقا حال من كتاب وهو نكرة لتخصيصه بالظرف
Kata mushaddiqan (yang membenarkan) adalah hal dari kata kitab, yang berbentuk nakirah karena dikhususkan oleh kata keterangan (zharf).

ولا يتعين كونه حالا
Dan tidak mesti pasti disebut sebagai hal.

إن النصر المسكن في الظرف بعد حذف الاستقرار
Karena bisa saja dianggap sebagai khabar (berita) yang tersembunyi dalam zhraf setelah penghapusan makna istikrar (tetap).

ويقع صاحب الحال نكرة إذا خصص كقيام زيد قائما
Dan bisa jadi pemilik hal (shahibul hal) itu berbentuk nakirah, jika disifati, seperti dalam contoh: "Berdirinya Zaid dalam keadaan berdiri."

ويقع الحال ظرفا كما يقع خبرا ظرفا
Hal bisa berbentuk kata keterangan (zharf), sebagaimana khabar juga bisa berupa zharf.

نحو (رأيت الهلال بين سحاب)
Contohnya seperti: "Aku melihat bulan sabit di antara awan." (Kata "di antara awan" di sini adalah hal).

فيقع ظرف مكان مع المهال (وجارا ومجرورا نحو فرحت بقدوم زيد)
Maka zharf tempat bisa menjadi hal bersama isim hal.
Juga kata kerja dan kata majrur seperti dalam contoh: "Aku bergembira atas kedatangan Zaid."

ويقع منهما حالا حالا مستترا في (يتعلقان)
Dan keduanya bisa menjadi hal yang tersembunyi (tidak tampak langsung) seperti dalam kata yataliqān (saling terkait).

إذا تأخر كما في نحو مسيئ مستقيم
Jika datang setelah kata yang berkaitan, seperti dalam contoh: "Orang yang berbuat buruk namun lurus."

إن قادرا في موضع الصفة (أو استقر)
Kalau qādiran itu dalam posisi sebagai sifat, atau dalam makna istiqrār (keadaan tetap).

إن قادرا في موضع الجملة حال كونهما
Atau kalau keduanya (isim dan zharf) dalam keadaan sebagai jumlah yang berfungsi sebagai hal.


(ويقع الحال جملة)
Hal juga bisa berbentuk satu kalimat.

اسمية إذا فعليها تحكم على محلها بالمشتقة خبرا
Kalimat isimiyah (nominal) berfungsi sebagai hal apabila kata kerjanya tersembunyi, dihukumi berasal dari isim musytaq (kata turunan), sebagai keterangan (khabar).

وإنشائية لا تصلح للخبر لأن الحال فيها غير تامة
Kalimat insya'iyah (seperti kalimat perintah atau larangan) tidak bisa menjadi hal, karena maknanya tidak sempurna.

لأن الحال فيها تبعية مثبتة مع قيام بها فلابد أن يصلح للخبر
Karena hal itu harus menggambarkan keadaan yang tetap atau menetap, sehingga harus layak untuk menjadi keterangan (khabar).

والكذب لا يصلح للخبر فلا يجعل حالا
Sedangkan dusta tidak layak dijadikan khabar, maka ia tidak sah menjadi hal.

إلا مقيدة بربط يربطها بما قبلها
Kecuali jika ada penghubung (rābiṭ) yang mengaitkan kalimat tersebut dengan sebelumnya.

وذلك بقوله (مرتبطة) تلك الجملة الواقعة حالا إما بالواو والضمير
Yaitu kalimat yang berfungsi sebagai hal itu harus diikat (terhubung) dengan kalimat sebelumnya, dengan menggunakan huruf wāw dan dhamir.

نحو (نحو أمر أن أخرجوا من ديارهم وهم ألوف)
Contohnya seperti dalam ayat: "Perintah diberikan kepada mereka untuk keluar dari kampung-kampung mereka, padahal mereka berjumlah ribuan."

فجملة وهم ألوف حال من فاعل أخرجوا
Kalimat "wahum ulūf" (sedangkan mereka berjumlah ribuan) adalah hal dari pelaku kata kerja "ukhrujū" (keluarlah mereka).

وهو ضمير هم (وهم) مرتبطة بالواو والضمير
Dan hum (mereka) adalah dhamir (kata ganti) yang terikat dengan huruf wāw dan dhamir dalam kalimat tersebut.

ونحو (فقطحوا أعناقهم يعقمكم بعض عدو)
Dan contoh lain seperti: "Maka potonglah leher-leher mereka, niscaya musuh-musuhmu akan takut kepadamu."

فجملة يعقمكم مرتبطة بالواو والضمير وبعض متعلق بالخبر
Kalimat "ya'qamukum" (musuh akan takut) dihubungkan dengan wāw dan dhamir, sedangkan ba'dhu (sebagian) berkaitan dengan khabar (keterangan).

والجملة حال من فاعل اقطعوا
Dan kalimat tersebut berfungsi sebagai hal dari fa'il (pelaku) perintah iqṭa'ū (potonglah).

ونحو (ونحن عصبة)
Dan contoh lain seperti: "Sedangkan kami adalah kelompok yang kuat ( عصبة )."

فجملة ونحن عصبة حال من الذئب
Kalimat "wa naḥnu 'uṣbah" (sedangkan kami adalah kelompok) menjadi hal dari kata dzib (serigala).

ويفهم عود الضمير باللفظ فقط
Dan pengembalian dhamir (kata ganti) dalam kalimat tersebut dipahami hanya dari lafaz (teks) saja.

ولا مدخل للربط في الربط معنوي فقط
Tidak ada kaitan dengan penghubung lafaziah, hanya melalui penghubung maknawi (makna saja).

فقد استشكل بعضهم وقوع حال هذه الجملة حالا من أنها جملة اسمية هيئة الفاعل والمفعول به لهيئة لا يتم تمام الكلام إلا بها
Sebagian ulama mempertanyakan: bagaimana mungkin satu kalimat isimiyah (nominal) seperti ini menjadi hal, padahal hal biasanya menunjukkan keadaan pelaku atau objek secara tambahan, bukan sesuatu yang jika hilang membuat kalimat tidak sempurna?

وقيل إنما هي هيئة الفاعل أو المفعول أو الفاعلين والمفعولين
Sebagian lagi menjawab: yang dijelaskan adalah keadaan pelaku, objek, atau kedua-duanya.

وإذا ارتفعت الجملة الفعلية الصادرة بماضي حالا فإنما يكون حالا من ظاهرية أو مقدرة كقوله تعالى (وقد دخلوا عليهم قد علموا ما جاؤوا من أجله)
Dan jika sebuah kalimat fi'liyah (kalimat verbal) yang diawali dengan fi'il madhi (kata kerja lampau) berfungsi sebagai hal, maka dia berfungsi sebagai hal dari sesuatu yang tampak (zahir) atau sesuatu yang diperkirakan (muqaddar), seperti firman Allah:
"Dan sungguh, mereka telah masuk menemui mereka dalam keadaan mereka mengetahui tujuan kedatangan mereka."


Rangkuman Poin Penting Bab al-Ḥāl

NoPoinPenjelasan
1Definisi ḥālKeterangan yang menjelaskan keadaan pelaku, objek, atau keduanya saat terjadi suatu peristiwa.
2Bentuk HalBisa berupa isim musytaq (kata sifat turunan), zharf (keterangan waktu/tempat), atau jumlah (kalimat).
3Pemilik Hal (صاحب الحال)Biasanya isim ma‘rifah (definitif). Jika nakirah, ada syarat khusus (seperti dikhususkan dengan sifat atau konteks).
4Letak HalBiasanya datang setelah pemiliknya. Kalau mendahului, syaratnya hanya mendahului lafaz saja, bukan makna.
5Hubungan HalKalau berbentuk jumlah, harus ada rābiṭ (penghubung) berupa wāw dan dhamir.
6Hal dari NakhirahBoleh terjadi jika nakirah itu dikhususkan dengan sifat, zharf, atau taqyid (pembatasan).
7Hal Berbentuk ZharfBisa berupa keterangan waktu atau tempat, misalnya: "Aku melihat bulan di antara awan."
8Hal Berbentuk JumlahBisa isimiyah (nominal) atau fi'liyah (verbal) selama ada rābiṭ dan maknanya menunjukkan keadaan.
9Larangan dalam HalTidak boleh ada dua hal untuk satu pemilik, kecuali kalau lafaznya berbeda. Tidak boleh pula dua pemilik satu hal kecuali hal-nya satu.
10Contoh Kalimat Hal- جاء زيد راكبًا (Zaid datang sambil berkendara)
- دخلوا عليهم قد علموا (Mereka masuk dalam keadaan mengetahui)

Catatan Tambahan

  • Jika hal berupa jumlah insya'iyah (kalimat perintah, larangan), maka tidak sah menjadi hal, karena tidak menggambarkan keadaan tetap.

  • Jika nakirah muncul dalam konteks penafian (nfi) atau istifham (pertanyaan), maka boleh menjadi shahibul hal.

  • Dalam kalimat yang memakai jumlah isimiyah, waaw + dhamir wajib hadir untuk menghubungkan kalimat dengan pemilik hal.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak